Senin, 01 Agustus 2016

Psikologi Sosial


Psikologi sosial adalah suatu studi tentang perilaku hubungan antara manusia dan kelompok serta pegaruh sosial terhadap perilaku manusia. Bidang ini sangat luas, mencakup berbagai bidang studi dan beberapa disiplin ilmu. Psikologi sosial dapat digunakan dalam berbagai disiplin dan industri.
Dalam kehidupan sehari-hari hubungan antara individu satu dengan individu lainnya tidak selalu berjalan lancar. Terkadang terjadi pertengkaran, perselisihan, dll. Lingkup kejadiannya bisa terjadi dalam keluarga, teman, sahabat, bahkan masyarakat. Peristiwa tersebut mendorong para ahli untuk mengembangkan disiplin ilmu psikologi sosial. Dalam psikologi sosial, hal tersebut terjadi karena tidak ada kesamaan pandang antara dua individu.
1. Pengertian Psikologi Sosial
Psikologi sosial berasal dari kata psikologi dan sosial. Pengertian psikologi adalah sebuah bidang ilmu pengetahuan dan ilmu terapan yang mempelajari mengenai perilaku dan fungsi mental manusia secara ilmiah. Adapun pengertian sosial adalah segala perilaku manusia yang menggambarkan hubungan nonindividualis. Jadi, pengertian psikologi sosial adalah sebuah ilmu pengetahuan yang mempelajari mengenai pengaruh hubungan individualis terhadap perilaku dan fungsi mental manusia secara ilmiah.
Berikut adalah beberapa pengertian psikologi sosial menurut para ahli:
  1. Hubert Bonner dalam bukunya “Social Psychology” menyatakan “Psikologi sosial adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang tingkah laku manusia.“
  2. Michener & Delamater (1999) menyatakan bahwa psikologi sosial adalah studi alami tentang sebab-sebab dari prilaku sosial manusia.
  3. Sherif & Sherif dalam bukunya “An Outline of Social Psychology” memberikan definisi sebagai berikut  “psikologi sosial adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari pengalaman dan tingkah laku individu manusia dalam kaitannya dengan situasi-situasi perangsang sosial.” Dalam definisi ini, tingkah laku telah dihubungkan dengan situasi-situasi perangsang sosial.
  4. Shaw & Costanzo (1970) menyatakan bahwa psikologi sosial adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku individu sebagai fungsi dari rangsang-rangsang sosial.
  5. Boring, Langveld, and Weld dalam bukunya “ Foundations of Psychology” berpendapat bahwa: “Psikologi sosial adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari individu manusia dalam kelompokknya dan hubungan antara manusia dengan manusia.”
  6. Kimball Young (1956) menyatakan bahwa : “Psikologi sosial adalah studi tentang proses interaksi individu manusia.”
  7. Krech, Crutchfield, dan Ballachey (1962) menytakan bahwa : “Psikologi sosial adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku individu di dalam masyarakat.”
  8. Joseph E. Mc. Grath (1965) menyatakan bahwa : “Psikologi sosial adalah ilmu yang menyelidiki tingkah laku manusia sebagaiman dipengaruhi oleh kehadiran, keyakinan, tindakan, dan lambang-lambang dari orang lain.”
  9. Gordon W. Allport (1968) menyatakan bahwa : “Psikologi sosial adalah ilmu pengetahuan yang berusaha mengerti dan menerangkan bagaimanan pikiran, perasaan, dan tingkah ;laku individu dipengaruhi oleh kenyataan, imajinasi, atau kehadiran orang lain.”
  10. Secord dann Backman (1974) menyatakan bahwa : “Psikologi sosial adalah ilmu yang mempelajari individu dalam konteks sosial.”
2. Ruang Lingkup Psikologi Sosial
Berdasarkan pengertian psikologi sosial di atas, maka Shaw & Constanzo membagi ruang lingkup Psikologi Sosial dalam 3 wilayah studi, yaitu:
  1. Studi tentang pengaruh sosial terhadap proses individu, misalnya: studi tentang persepsi, motivasi proses belajar, atribusi (sifat).
  2. Studi tentang proses-proses individual bersama, seperti bahasa, sikap sosial, perilaku meniru (imitasi), dan lainnya.
  3. Studi tentang interaksi kelompok, misalnya kepemimpinan, komunikasi hubungan kekuasaan, kerjasama, persaingan, dan konflik.
Psikologi Sosial yang menjadi objek studinya adalah segala gerak gerik atau tingkah laku yang timbul dalam konteks sosial atau lingkungan sosialnya. Oleh karenanya masalah pokok yang dipelajari adalah pengaruh sosial atau perangsang sosial. Hal ini terjadi karena pengaruh sosial inilah yang mempengaruhi tingkah laku individu. Berdasarkan inilah Psikologi Sosial membatasi diri dengan mempelajari dan menyelidiki tingkah laku individu dalam hubungannya dengan situasi perangsang sosial (Ahmadi, 2005)
Sebagaimana ilmu-ilmu yang lain, psikologi sosial bertujuan untuk mengerti suatu gejala atau fenomena. Dengan mengerti suatu fenomena, kita dapat membuat peramalan-peramalan tentang kapan akan terjadinya fenomena tersebut dan bagaimana hal itu akan terjadi. Selanjutnya, dengan pengertian dan kemampuan peramalan itu, kita dapat mengendalikan fenomena itu sampai batas-batas tertentu. Inilah sebetulnya tujuan dari ilmu, termasuk psikologi sosial.
3. Sejarah Psikologi Sosial
Dalam sejarahnya yang masih pendek, perkembangan psikologi sosial dapat di uraikan melalui beberapa tahap seperti masa dalam kandungan, masa bayi, masa kanak-kanak, masa dewasa, dan masa yang akan datang. Tahap perkembangan psikologi sosial antara lain masa prenatal, masa awal, masa perang dunia I dan II, masa kini, dan masa yang akan datang. 

3.1. Masa Prenatal (Prakelahiran)

Akar psikologi sosial telah dibebankan pada akhir 1800, bersamaan dengan naik daunnya psikologi sebagai suatu disiplin yang berkembang di Eropa. Ketika Perang Dunia Pertama hadir, banyak psikolog pergi mengungsi ke Amerika Serikat, psiksos lantas mulai muncul sebagai suatu disiplin yang berbeda dalam tahun 1920-an. Salah satu pengaruh utama di lapangan adalah Kurt Lewin, yang disebut "bapak" psikologi sosial oleh beberapa pihak kompeten; selainnya yang juga psikolog sosial terkenal termasuk Zimbardo, Asch, Milgram, Festinger, Ross, dan Mischel. 
Cikal bakal kelahiran psikologi sosial mulai muncul, ketika Lazarus & Steindhal (1860) mempelajari bahasa, adat dan institusi masyarakat untuk menemukan “human mind”yang berbeda dari “jiwa individual” (Bonner, 1953). Pada tahun 1879 di Leipzig, Wundt mendirikan laboratorium psikologi yang pertama di dunia dan menandakan ilmu psikologi sebagai ilmu yang berdiri sendiri, terpisah dari filsafat. Pada tahun 1880, ia mempelajari psikologi rakyat. Eksperimennya antara lain, untuk menemukan proses mental yang lebih tinggi (higher mental process), hal-hal yang ia teliti tentang bahasa, tradisi, agama, seni dan hukum. Sebagai seorang elementaris (yaitu penelitian dengan cara menguraikan dan mempelajari bagian-bagian (elemen) dari jiwa. Ia berusaha menjelaskan psikologi rakyat itu ke dalam elemen-elemen. Menurutnya, masyarakat (rakyat/kelompok) memiliki “jiwa” yang berbeda dengan “jiwa individu”. Pandangan ini kemudian mempengaruhi pendapat Emile Durkheim (seorang sosiolog terkemuka) yang terkenal dengan teorinya “prilaku masyarakat” (jiwa kolektif). Menurut Durkheim, masyarakat itu terdiri dari kelompok manusia yang hidup secara kolektif. Pengertian dan tanggapan-tanggapan bersifat kolektif tidak individual. Jadi kehidupan kolektiflah yang dapat menerangkan gejala-gejala sosial atau gejala-gejala kemasyarakatan. 
Gabriel tarde (1842-1904) ia adalah seorang sosiologi dan kriminologi prancis yang di anggap pula sebagai bapak psikologi sosial (social interaction) tarde berpendapat bahwa semua hubungan sosial selalu berkisar pada proses imitasi, bahkan semua pergaulan antar manusia hanyalah semata-mata berdasarkan atas proses imitasi itu. 
Kata imitasi berasal dari bahasa inggris to imitate yang berarti mencontoh, mengikuti suatu pola, istilah imitasi ini secara populer di artikan secara meniru. Menurut tarde masyarakat tidak lain dari pengelompokan manusia. Di mana individu mengimitasi individu yang lain dan sebaliknya. Pendapar tarde tersebut ternyata banyak mendapatkan kritikan seperti yang di kemukakan chorus, yang antara lain mengatakan bahwa teori tarde ternyata berat sebelah. Walaupun tarde tidak di terima secara mutlak namun olehnya telah di kemukakan suatu factor yang memegang peranan penting pergaulan sosial antara lain manusia. 
Seorang psikolog sosial dalam kajiannya melihat pada sikap, keyakinan, dan perilaku baik individu dan kelompok. Bidang ini juga mengkaji interaksi interpersonal, menganalisis cara seseorang berinteraksi dengan orang lain, baik secara tunggal atau dalam bentuk kelompok besar. Psikologi sosial juga membahas pengaruh budaya seperti iklan, buku, film, televisi, dan radio, melihat cara di mana pengaruh-pengaruh dampak perilaku manusia. Tidak heran dalam perjalanannya psikologi sosial ini malah ikut membidangi ilmu komunikasi, dan beberapa tokohnya, seperti Leon Festinger menjadi corong utama ilmu komunikasi. 
Gustav le bon (1841-192) ia terkenal karena sumbangannya psikologi massa yang di maksud dengan massa adalah kumpulan orang-orang untuk sementara waktu karena minat dan kepentingan bersama. Ia juga mengatakan bahwa massa itu punya jiwa tersendiri yang berlainan sifatnya dengan sifat-sifat jiw individu 
Sebagai cabang turunan dari ilmu psikologi, kehadiran psikologi sosial memberikan nilai tambah dari ilmu utamanya. Dalam kajian ini, beberapa tokoh memiliki pandangan sendiri mengenai asal mula munculnya kajian psiksos ini. Seperti yang disebutkan oleh Gabriel Tarde, yang menyebutkan bahwa ilmu ini bermuara pada proses peniruan sebagai dasar hubungan antar sesama manusia. 

3.2. Masa Awal

Emile durkheim (1858-1917) sebagai seorang tokoh sosiologi ia berpendapat bahwa: 
  1. Gejala-gejala sosial yang terdapat dalam masyarakat tidak dapat di bahas oleh psikologi, melainkan hanya oleh sosiologi adapun alasannya ialah bahwa yang mendasari gejala-gejal sosial itu suatu ksadaran kolektif dan bukan kesadarn individual
  2. Masyarakat itu terdiri dari kelompok-kelompok manusia yang hidup secara kolektif dengan pengertian-pengertian dan tanggapan-tanggapam\n yang kolektif pula dan hanya dengan kehidupan kolektif itulah yang dapat menerangkan gejala-gejala sosial
  3. Bahwa pada manusia terdapat dua macam jiwa seperti yang di katakan oleh Le Bon yaitu jiwa kelompok (group mind) dan jiwa individu (individual mind)
Durkheim pun mendapat beragam kritikan yaitu berat sebelah artinya menitik beratkan pada peranan jiwa kolektif dan fantastis artinya pendapat mengenai jiwa kolektif hanya suatu lamunan, khayalan saja yang sukar di buktikan oleh kehidupan nyata. 
Terbitnya dua buku psikologi sosial (1908) oleh: W.Mc Doughall (ahli psikologi) dan Ross (sosiologi). W.Mc Doughall menerangkan bahwa manusia berprilaku sosial karena nalurinya. Sedangkan Ross berpandangan bahwa manusia berprilaku sosial diakibatkan oleh tata aturan dalam masyarakat yang mesti diikuti, ia menerangkan perilaku sosial dengan teori struktur sosial. 
Sementara itu, pendapat berbeda disampaikan oleh Gustave Le Bon. Menurut Gustave Le Bon, pengetahuan ini muncul karena dalam diri manusia ada dua macam jiwa, yakni jiwa individu serta jiwa massa di mana keduanya memiliki sifat yang saling berlainan. Pada jiwa massa memiliki sifat yang cenderung primitif seperti buas, irasional serta cenderung sentimentil. Sementara sifat individu memiliki sifat yang moderat, rasional serta mengedepankan akal. 
Menurut F. Allport (1924): Perilaku sosial bukan hanya disebabkan instink (yang bersifat biologik dan berlaku bagi setiap orang), juga bukan hanya karena dipengaruhi oleh struktur sosial. Perilaku sosial terjadi pada individu karena berbagai faktor yang beragam mempengaruhi individu. Ia menggunakan pendekatan individual dalam memahami perilaku sosial. 
Pendapat yang berbeda juga disampaikan oleh pakar psikologi, Sigmund Freud. Menurut Freud, pada dasarnya jiwa massa sudah menjadi bagian serta berada di dalam jiwa individu. Namun, banyak manusia yang cenderung kurang menyadari keberadaannya mengingat jiwa massa tersebut dalam kondisi terpendam. Sehingga, manusia harus melakukan beberapa upaya untuk bisa mengenalinya. Selain ketiga tokoh tersebut, masih banyak pakar lain yang memiliki pandangan mengenai konsep psikologi terhadap sosial kemasyarakatan tersebut. 

3.3. Masa Perang Dunia I dan II

Pada masa ini perhatian psikologi sosial berpindah ke arah studi tentang otoritarianisme(kekuasaan) (Baron & Byrne, 1994). Setelah usai perang dunia, pandangan psikologi sosial beralih ke proses individual dan psikologi sosial mulai mengkaji proses interaksi sosial. Maka muncullah psikologi gestalt di Jerman (W. Kohler, K. Koffka dan M. Wertheimer) serta K. Lewin tokoh psikologi lapangan. Mereka lari dari kejaran Nazi ke Amerika. Pelarian tokoh-tokoh psikologi ini menginspirasi penelitian tentang proses kesadaran (kognitif) dan pengaruhnya terhadap perilaku sosial individu. 
Menjamurnya penelitian-penelitian di bidang psikologi sosial barangkali dimulai periode 1920-1940. Beberapa topik penelitian sengaja difokuskan pada isu-isu tertentu yang sedang booming pada masa itu. Contohnya, pada awal 1900an, yang pada masa itu terjadi imigrasi besar-besaran penduduk Eropa Barat menuju Amerika Utara. Tentunya bukanlah hal yang mengejutkan bila penelitian-penelitian yang banyak dilakukan berbicara tentang sikap, kebangsaan, dan kelompok-kelompok etnis (Pancer, 1997). 

3.4. Masa Kini

Pada tahun 1970-1980, Psikologi sosial menghasilkan beragam penelitian yang sangat penomenal dan bermanfaaat, yaitu berbagai penelitian mengenai: atribusi, agresi, altruisme, sikap (attitude), gender (perbedaan jenis kelamin), diskriminasi seksual, psikologi lingkungan, psikologi massa dan lain-lain. Juga berkembang psikologi terapan (applied psychology), seperti: psikologi kesehatan, psikologi hukum, psikologi paedagogik, psikologi kepolisian dan sebagainya. 
Psikologi sosial modern mulai dikembangkan pada saat pergantian abad ke 19 menuju abad 20. Tripplet (1898) memulai sebuah eksperimen perdana dalam bidang psikologi sosial dengan meneliti pengaruh kehadiran orang lain terhadap peningkatan performance seseorang dalam mengerjakan suatu tugas, topic yang di telitinya sering di sebut “fasilitas sosial” (social fasititation) yang sampai saat ini masih banyak di minati oleh para ahli psikologi sosial. Selain itu, buku yang berjudul Social Psychology diterbitkan pada tahun 1908 (McDougall, 1908; Ross, 1908). 

3.5. Masa Akan Datang

Psikologi lintas budaya (Cross Culture Psychology) menjadi jawaban yang komprehensif dalam beragam penelitian dan penerapan psikologi sosial di berbagai belahan dunia yang memang memiliki kultur yang berbeda antara satu negara dengan negara lainnya, oleh karenanya perspektif teori-teori psikologi ketika memandang budaya negara lain, bersifat universal terbantahkan, seperti kritik Malinowski terhadap teori oedipus complex dari Freud yang pada waktu itu dianggap berlaku universal, bahwa anak laki-laki menaruh benci terhadap ayahnya, ternyata tidak berlaku di kepulauan Trobriand, Papua Nugini dimana anak-anak menaruh rasa benci terhadap paman mereka dari pihak ibu, bukan terhadap ayahnya seperti yang ditemukan Freud di Wina. menurut  Malinowski bahwa rasa benci anak laki-laki remaja di Wina terhadap ayahnya bukan disebabkan persaingan demi memperoleh rasa cinta ibu (oedipus complex) melainkan karena figur ayah adalah penegak disiplin seperti halnya figur paman adalah penegak disiplin bagi anak di Kepulauan Trobriand.
Munculnya Psikologi lintas budaya yang menggunakan perspektif kultural sosial yang multidimensional dan kemajemukan sosial sebagai kritik terhadap keuniversalan teori-teori psikologi Barat. Teori-teori psikologi yang pada awalnya dianggap bersifat universal, tidak bisa digunakan ketika dihadapkan pada budaya dan kultur negara lain. 
4. Manfaat Psikologi Sosial
Munculnya cabang ilmu psikologi sosial ini tentunya diharapkan tidak hanya berhenti pada tataran teori semata. Namun, lebih jauh dari itu dengan hadirnya kajian mengenai konsep manusia yang dikaitkan dengan kehidupan sosialnya akan mampu meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. Secara terperinci, ada beberapa manfaat yang bisa didapatkan dari kajian psikologi sosial ini. Beberapa manfaat tersebut diantaranya adalah: 
  1. Memberikan gambaran kepada manusia, tentang bagaimana manjalin kehidupan bermasyarakat yang ideal. Hal ini terkait antara kodrat manusia sebagai makhluk individu yang sekaligus juga sebagai makhluk sosial.
  2. Mencegah terjadinya konflik ditengah kehidupan masyarakat. Sebab, dengan memahami psikologi sosial bisa mengatasi kesenjangan ego yang muncul dari setiap individudalam hubungannya dengan masyarakat.
  3. Memberikan solusi ketika muncul konflik di tengah masyarakat. Dengan memahami konsep yang ada dalam psikologi sosial, kita bisa mengetahui karakter suatu masyarakat. Sehingga ketika muncul sebuah konflik di tengah masyarakat akan mudah ditemukan solusi sebagai jalan tengah dari permasalahan yang ada tersebut.
  4. Sebagai pedoman masyarakat, dalam mengelola setiap perbedaan yang muncul di tengah masyarakat. Dengan demikian, pada nantinya setiap perbedaan yang ada tersebut bisa digunakan sebagai modal untuk mencapai tujuan bersama. Bukan sebaliknya, menjadikan perbedaan yang ada untuk memicu perselisihan di antara sesame anggota masyarakat.
5. Konsep Dasar Psikologi Sosial
Interaksi sosial manusia di masyarakat, baik itu antar individu, antara individu dengan kelompok atau antar kelompok, tidak dapat dilepaskan dari fenomena kejiwaan. Reaksi emosional, sikap, kemauan, perhatian, motivasi, harga diri dan sebangsanya sebagai fenomena kejiwaan yang tercermin pada perilaku orang perorang serta kelompok, merupakan fenomena yang melekat pada kehidupan berbudaya dan bermasyarakat. Perilaku kejiwaan manusia dalam konteks sosial ini, merupakan objek kajian psikologi sosial. 
Psikologi sosial sebagai salah satu bidang ilmu sosial, menurut Harold A. Phelps (Fairchild, H.P., dkk.: 1982:290) “Psikologi sosial adalah suatu studi ilmiah tentang proses mental manusia sebagai makhluk sosial”. Dengan demikian, objek yang dipelajari oleh psikologi sosial itu, meliputi perilaku manusia dalam konteks sosial yang terungkap pada perhatian, minat, kemauan, sikap mental, reaksi emosional,  harga diri, kecerdasan, penghayatan, kesadaran, dan demikian seterusnya. 
Secara singakat, Krech, Crutfield dan Ballachey (1982:5) mengemukakan “Psikologi sosial dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang peristiwa perilaku antar personal”. Ungkapan ini tidak berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh Phelps. Titik berat perhatian kajiannya itu tertuju pada perilaku manusia dalam hubungan sosialnya. Antara psikologi sosial dengan sosiologi, sangat erat kaitannya, dikatakan sebagai ilmu yang dwitunggal. Pada kenyataannya, interaksi sosial antar warga masyarakat, tidak dapat selalu dilandasi oleh dorongan kejiwaan. 
Kondisi emosional selalu menyertai proses yang kita sebut interaksi sosial. Selanjutnya, dorongan untuk berinteraksi sosial itu juga tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi proses kejiwaan saja, melainkan dipengaruhi juga oleh faktor lingkungan (Krech, Crutfield, Baltachey (1982: 478-483). Kedalam faktor lingkungan, termasuk manusia di sekitarnya (lingkungan sosial), nilai, norma, peraturan yang berlaku (lingkungan budaya), dan kondisi cuaca, pepohonan, sumber daya air, ketinggian dari permukaan laut (lingkungan alam). 
Lingkungan-lingkungan itu sangat berpengaruh terhadap kebanggaan, harga diri, sikap mental, dorongan berprestasi, etos kerja, semangat hidup, kesadaran seseorang ataupun kelompok dalam kehidupan sehari-hari. Betapa bermaknanya keluarga sebagai lingkungan sosial terhadap dorongan berprestasi seorang anggotanya.  Demikian pula peranan lingkungan sosial lainnya, seperti teman sepermainan, teman  sejawat dalam pekerjaan atas dorongan kepada seseorang untuk tetap hidup bersemangat, berprestasi, dan akhirnya mencapai keberhasilan 
Sebagai satu kesatuan mental-psikologi dengan fisik-biologis fenomena kejiwaan seseorang, terpadu dalam  dirinya sebagai kepribadian. Pada kesatuan kepribadian ini, kita dapat mengamati dan menelaah hubungan antara faktor dalam  diri seseorang (potensi mental psikologis dan fisik biologis) dengan faktor luar yang disebut lingkungan (sosial, budaya, alam). Keunikan kepribadian seseorang yang terpencar pada perilakunya, merupakan hasil perpaduan kerja sama antara potensi dari  dalam diri dengan rangsangan dari lingkungan (hukum konvergensi). Psikologi sebagai salah satu bidang ilmu sosial, berperan strategis dalam mengamati, menelaah, menganalisis, menarik kesimpulan dan memberikan arahan alternatif terhadap masalah sosial yang merupakan ungkapan aspek kejiwaan. Patologi sosial yang pernah didiskusikan pada waktu membicarakan sosiologi, juga menjadi salah satu garapan psikologi sosial. 
Konsep-konsep dasar psikologi sosial yang menjadi salah satu bagian dan kajian ilmu sosial sebagai berikut: 
  1. Emosi terhadap objek sosial
  2. Perhatian
  3. Minat
  4. Kemauan
  5. Motivasi
  6. Kecerdasan dalam menanggapi persoalan sosial
  7. Penghayatan
  8. Kesadaran
  9. Harga diri
  10. Sikap mental
  11. Kepribadian
  12. Masih banyak fenomena kejiwaan yang lain yang dapat kita gali lebih lanjut
Tiap individu yang normal, memiliki potensi psikologis yang berkembang dan dapat dikembangkan. Kadar potensinya bervariasi antara seseorang dengan yang lainnya bergantung pada kondisi kesehatan, mauppun mental-psikologisnya. Mereka yang kesehatan jasmani dan rohaninya prima, peluang pengembang potensi psikologisnya lebih baik daripada mereka yang kurang sehat. Selain daripada itu, faktor lingkungan dalam anti yang seluas-luasnya juga sangat berpengaruh. Ketajaman emosi dan reaksi emosional seseorang, sangat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Emosi dan reaksi emosional dengan pengendaliannya, sangat penting kedudukannya dalam kehidupan sosial termasuk dalam interaksi sosial. Emosi dengan reaksi emosional, merupakan konsep dasar psikologi sosial yang peranannya besar dalam mengembangkan potensi psikologis lainnya. Tinggi-rendahnya, terkendali-tidaknya emosi seseorang, sangat berpengaruh terhadap perilaku sosial yang bersangkutan. Oleh karena itu, emosi sebagai suatu potensi  kepribadian wajib diberi santapan dengan berbagai pembinaan psikologis, termasuk santapan keagamaan. 
Dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM), khususnya berkenaan dengan peningkatan kualitas kemampuan intelektual, perhatian dan minat tersebut, memegang peranan yang sangat bermakna. Tanpa perhatian dan minat dari SDM yang bersangkutan, pengembangannya mustahil tercapai secara optimum. 
Kemauan sebagai konsep dasar psikologi sosial, merupakan suatu potensi pendorong dan dalam diri individu untuk memperoleh dan mencapai suatu yang diinginkan. Kemauan yang kuat. merupakan modal dasar yang berharga dalam memperoleh suatu prestasi. Ada ungkapan “di mana ada kemauan, di situ ada jalan”. Kemauan yang terbina dan termotivasi pada diri seseorang termasuk pada diri Anda serta kita semua, menjadi landasan yang kuat mencapai sesuatu, terutama mencapai cita-cita luhur yang menjadi idaman masing-masing. Orang-orang yang kemauannya lemah, bagaimanapun sukar mencapai prestasi yang tinggi. 
Motivasi sebagai suatu konsep dasar, selain timbul dari dalam diri individu masing-masing, juga dapat datang dari lingkungan, khususnya lingkungan sosial dan budaya. Seperti telah dikemukakan di atas, motivasi diri itu juga merupakan kekuatan yang mampu mendorong kemauan. Jika kita semua memiliki motivasi diri yang kuat, mempunyai harapan yang kuat juga berkemauan keras mencapai suatu cita-cita. 
Kecerdasan sebagai potensi psikologis bagi seorang individu, merupakan modal dasar mencapai suatu prestasi akademis yang tinggi dan untuk memecahkan permasalahan sosial. Kecerdasan sebagai unsur kejiwaan dan aset mental, tentu saja tidak berdiri sendiri, melainkan berhubungan dengan unsur-unsur serat potensi psikologis lainnya. Dibandingkan dengan potensi psikologis yang lain, kecerdasan ini relatif lebih mudah dipantau, dievaluasi dari ungkapan perilaku individu. Potensi dan realisasi kecerdasan yang karakternya kognitif, relatif lebih mudah diukur. Sedangkan potensi dan realisasi mental yang sifatnya afektif, lebih sukar dievaluasi dibandingkan dengan aspek kecerdasan. Kecerdasan sebagai konsep dasar psikologi sosial, memiliki makna yang mendalam bagi seorang individu, karena kecerdasan tersebut menjadi unsur utama kecendekiaan. Sedangkan kecendekiaan; merupakan modal yang sangat berharga bagi SDM menghadapi kehidupan yang penuh masalah dan tantangan seperti yang kita alami dewasa ini. 
Proses kejiwaan yang sifatnya mendalam dan menuntut suasana yang tenang adalah penghayatan. Proses ini tidak hanya sekadar merasakan, memperhatikan, dan menikmati, melainkan lebih jauh daripada itu. Hal-hal yang ada di luar diri Anda dan kita masing-masing, menjadi perhatian yang mendalam, dirasakan serta diikuti dengan tenang sehingga menimbulkan kesan yang juga sangat mendalam pada diri kita masing-masing. Proses penghayatan ini tidak dapat dilepaskan dari kondisi diri kita yang penuh kesadaran. Tanpa kesadaran, penghayatan itu sukar terjadi atau sukar kita lakukan. 
Harga diri dan sikap mental, merupakan dua konsep dasar yang mencirikan manusia sebagai makhluk hidup yang bermartabat. Oleh karena itu, harga diri ini jangan dikorbankan hanya untuk sesuatu yang secara moral tidak berarti. Harga diri yang terbina serta terpelihara, merupakan martabat kemanusiaan kita masing-masing yang selalu akan diperhitungkan oleh pihak atau orang lain. Harga diri yang dikorbankan sampai kita tidak memiliki harga diri di mata orang lain, akan  menjatuhkan martabat kita yang tidak jarang dimanfaatkan orang lain untuk memperoleh keuntungan. 
Masalah ini wajib disadari dan dihayati oleh tiap orang yang ingin mempertahankan martabatnya. Selanjutnya, sifat atau sikap mental, merupakan reaksi yang timbul dari diri kita masing-masing jika ada rangsangan yang datang kepada kita. Reaksi mental atau sikap mental dapat bersifat positif, negatif dan juga netral, bergantung pada kondisi diri kita masing-masing serta bergantung pula pada sifat rangsangan yang datang. 
Konsep dasar yang merupakan komprehensif adalah kepribadian. Secara singkat, Brown & Brown (1980:149) mengemukakan bahwa “kepribadian tidak lain adalah pola karakteristik, sifat atau atribut yang dimiliki individu yang ajeg dari waktu ke waktu”. Sedangkan Honnel Hart (Fairchild, H.P. dkk.: 1982:218) secara lebih rinci mengemukakan: 
Kepribadian yaitu organisasi gagasan yang dinamika, sikap, dan kebiasaan yang dibina secara mendasar oleh potensi biologis yang diwariskan melalui mekanisme psiko-fisikal organisme tunggal dan yang secara sosial ditransmisikan melalui pola budaya, serta yang terpadu dengan semua penyesuaian, motif, kemauan dan tujuan individu berdasarkan keperluan serta kemungkinan dari lingkungan sosialnya. 
Konsep dasar kepribadian yang dikemukakan oleh Brown & Brown hanya sebagai ungkapan denotatif, sedangkan yang diketengahkan oleh Hart dalam pengertian konotatif yang lebih komprehensif. Kepribadian itu bersifat unik yang memadukan potensi internal sebagai warisan biologis dengan faktor eksternal berupa  lingkungan yang terbuka. Pada kondisi kehidupan yang demikian terbuka terhadap pengaruh yang sedang mengarus secara global, faktor lingkungan itu sangat kuat. Oleh karena itu, pendidikan sebagai salah satu faktor lingkungan, wajib terpanggil dan berperan aktif memberikan pengaruh positif aktif-kreatif terhadap pembinaan kepribadian. 
Sumber Daya Manusia (SDM) generasi muda yang menjadi subjek pembangunan masa yang akan datang, wajib memiliki kepribadian yang kukuh-kuat, beriman, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, agar selalu siap serta sigap menghadapi masalah-tantangan persaingan. Secara ideal SDM yang memiliki kepribadian yang demikian itu, dapat diandalkan sebagai penyelamatan kehidupan yang telah makin menyimpang dan kebenaran yang hakiki yang “mengorbankan nilai-nilai moral demi mencapai tujuan material semata”. Panggilan dan tugas pendidikan memang berat, namun sangat mulia. 
6. Teori Psikologi Sosial
Secara umum dapat dikemukakan bahwa teori merupakan penjelasan lengkap tentang gejala-gejala (Baron&Bayrne, 2004; Myers, 2002). Dalam displin psikologi sosial, fungsi teori adalah untuk menjelaskan gejala-gejala psikologi dan perilaku individu dalam konteks saling pengaruh dengan dunia sosial. 
Secara khusus, teori psikologi sosial memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut (Zanden, 1984). Pertama, teori mengatur hasil observasi-observasi empiris dalam bentuk informasi-informasi fragmentaris ke dalam satu kesatuan yang memiliki makna baru. Kedua, teori memungkinkan manusia melihat hubungan antar gejala yang sebelumnya saling terisolasi dalam bentuk data-data yang terpisah. Ketiga, teori merangsang timbulnya pemikiran dan penelitian lebih lanjut. 
7. Pendekatan dalam Psikologi Sosial

7.1. Pendekatan Biologis

Pengaruh biologis terhadap perilaku manusia ditekankan oleh Mc. Dougall, Freud, Lorenz, manusia dilahirkan dengan berbagai karakteristik biologis yang membedakan dengan hewan dan sesamanya. 
  1. Naluri, Konrad Lorenz dorongan agresif adalah naluri manusia yang sudah ada semenjak manusia lahir dan tidak dapat dirubah, hampir sama dengan Freud adanya dorongan bawaan yang mengarahkan manusia berprilaku destruktif (id thanatos), walaupun dorongan bawaan itu bisa diarahkan pada perilaku konstruktif.
  2. Perbedaan genetik kromosom XYY lebih besar kemungkinan menjadi penjahat, kerusakan fisiologis lainseperti kerusakan otak tertentu (hipotalamus) dpt mengakibatkan agresivitas yang tak terkendali pada hewan.

7.2. Pendekatan Belajar

Perilaku ditentukan oleh apa yang telah dipelajari sebelumnya. Pendekatan belajar populer di tahun 1920 yang merupakan dasar Behaviorisme. Ada Empat Mekanisme dalam Belajar sebagai asas perubahan perilaku: 
  1. Classical conditioning / asosiasi (Ivan Pavlov)
  2. Law of effect (hukum akibat) (Edward Thondike), perilaku yang memuaskan akan cenderung diulangi
  3. Operant conditioning (pembiasaan operan) B.F. Skinner, teori peneguhan (reinforcement)
  4. Modelling (Albert Bandura): imitation & identification, teori ini disebut Social Learning Theory

7.3. Pendekatan Insentif

  1. Rational decision-making theory, teori ini mengemukakan bahwa orang memperhitungkan kerugiandan keuntungan berbagai tindakan berdasarkan rasional. Teori ini dikembangkan lebih khasyaitu: teori expectancy-value (Edward, 1954), teori ini menyatakan bahwa keputusan diambilatas dasar: (a) nilai keuntungan dari akibat keputusan itu, (b) derajat ekspektasi (dugaan) akibatyang akan ditimbulkan oleh setiap keputusan.
  2. Teori Pertukaran. Teori ini menganalisis interaksi interpersonal sebagai rangkaian keputusanrasional yang dibuat orang. Interaksi ini mempertimbangkan untung rugi.
  3. Pemuasan Kebutuhan, teori ini menyatakan bahwa individu memiliki kebutuhan atau motivasi spesifik tertentu dan berperilaku sedemikian rupa untuk memuaskan kebutuhanya.
Teori ke-1 & ke-2 lebih ke pertimbangan rasional & ilmiah, sedangkan pilihan yang ke-3 menggambarkan karakter inpulsif. Tapi pada umumnya teori insentif menekankan kerugian dan keuntungan yang diperoleh. 

7.4. Pendekatan Kognitif

  1. Attribution theory  (Harold Kelley) bagaimana kita menginterpretasikan kausalitas.
  2. Cognitive dissonance (ketidakcocokan diantara dua pengetahuan), dalam keadaan disonan orang beruasaha mengurangi disonansi denganberbagai cara. Disonansi membuat orang resah. Kognisi saya tahu saya senang merokok”, disonan dengan : saya tahu rokok merusak kesehatan”. Dihadapkan pada situasi disonan seperti itu, maka saya mengubah perilaku, berhenti merokok atau merokok sedikit saja, atau mengubah kognisi tentang lingkungan, misalnya dengan mengatakan perokok beratlah yang berbahaya.
  3. Penekanan teori kognitif pada interpretaasi dan persepsi mengenai kondisi sekarang bukan masa lalu seperti behaviorisme.




    Sumber : 

    http://hedisasrawan.blogspot.co.id/2013/09/psikologi-sosial-artikel-lengkap.html?m=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar